Selasa, 04 Juni 2013

cerita islam


Kerudung Dalam Tradisi Yahudi Dan Kristen

Menarik sekali statemen Menteri Dalam Negeri Italia Giulliano Amato, beberapa waktu lalu menjawab tuntutan dari kelompok ekstrim sekuler di Italia yang menginginkan agar dikeluarkannya larangan berkerudung bagi Muslimah di Italia. Ia mengatakan demikian, “Ketika Bunda Maria senantiasa memakai kerudung, lalu bagaimana bisa kalian berharap dari saya untuk menentang kerudung kaum Muslimah?”

Dan Amato menambahkan, “Bunda Maria adalah ibu dari nabi kita Isa al-Masih dan senantiasa memakai kerudung. Bila demikian kenyataannya, bagaimana mungkin saya menyetujui pelarangan kerudung di negara ini.”
Wanita memakai busana longgar panjang dari leher hingga kaki dan memakai kerudung penutup kepala adalah suatu keumuman dari zaman ke zaman sebelum Rasulullah.  Ini terbukti dalam Bibel pun ada anjuran tegas mengenai kerudung. Dan kali ini kita akan bahas satu-persatu bagaimana pandangan kedua agama tersebut (Yahudi & Kristen) memandang kerudung (penutup kepala).
Kerudung dalam Tradisi Yahudi
Seorang pemuka agama Yahudi, Rabbi Dr. Menachem M. Brayer, Professor Literatur Injil pada Universitas Yeshiva dalam bukunya, The Jewish woman in Rabbinic Literature, menulis bahwa baju bagi wanita Yahudi saat bepergian keluar rumah yaitu mengenakan penutup kepala yang terkadang bahkan harus menutup hampir seluruh muka dan hanya meninggalkan sebelah mata saja. Dalam bukunya tersebut ia mengutip pernyataan beberapa Rabbi (pendeta Yahudi) kuno yang terkenal: “Bukanlah layaknya anak-anak perempuan Israel yang berjalan keluar tanpa penutup kepala” dan “Terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut istrinya terlihat,” dan “Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa kemelaratan.”
Hukum Yahudi melarang seorang Rabbi untuk memberikan berkat dan doa kepada wanita menikah yang tidak menutup kepalanya karena rambut yang tidak tertutup dianggap “telanjang.” Dr Brayer juga mengatakan bahwa “Selama masa Tannaitic, wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan terhadap kesopanannya. Jika kepalanya tidak tertutup dia bisa dikenai denda sebanyak empat ratus zuzim untuk pelanggaran tersebut.”
Kerudung juga menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang dimiliki wanita yang mengenakannya. Kerudung kepala menandakan martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi.
Oleh karena itu di masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur tidak diperbolehkan menutup kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering memakai penutup kepala agar mereka lebih dihormati (S. W. Schneider, 1984, hal 237).
Wanita-wanita Yahudi di Eropa menggunakan kerudung sampai abad ke 19 hingga mereka bercampur baur dengan budaya sekuler. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi yang shalih tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka mengunjungi sinagog (gereja Yahudi) (S.W.Schneider, 1984, hal. 238-239).
Kerudung dalam Tradisi Kristen
Hingga saat ini para Biarawati Katolik menutup kepalanya secara keseluruhan. Di Indonesia sebelum tahun 80-an pakaian biarawati adalah jilbab, pakaian panjang longgar dari leher hingga menutup kaki serta berkerudung yang menutup leher dan dada (masih ingat telenovela Brazil, Dolcemaria). Namun era 80-an ke atas, jubah biarawati berubah menjadi pakaian panjang hanya sampai betis. Kerudung panjang menutup dada berubah menjadi kerudung hanya penutup rambut dan leher terbuka.
Padahal menutup kepala atau berkerudung, adalah sebuah tuntunan dalam Bibel yang sudah ada sejak zaman sebelum Nabi Muhammad Saw.
I Korintus 11:5 Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya.
I Korintus  11:13 Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung?
Bukan hanya itu, pernyataan St. Paul (atau Paulus) yang lain tentang kerudung adalah pada I Korintus 11:3-10. St Tertulian di dalam risalahnya “On The Veiling Of Virgins” menulis: “Wanita muda hendaklah engkau mengenakan kerudung saat berada di jalan, demikian pula hendaknya engkau mengenakan di dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara orang asing dan mengenakannya juga saat berada di antara saudara laki-lakimu.”
Di antara hukum-hukum Canon pada Gereja Katolik dewasa ini, ada hukum yang memerintahkan wanita menutup kepalanya di dalam gereja (Clara M Henning, 1974, hal 272).
Oleh: Hj Irena Handono, Pakar Kristologi, Pendiri Irena Center

cerita islam


Terlalu, Israel Bunuh 1518 Anak Palestina Sejak Intifadah II

Laporan sensus data resmi menunjukan jumlah syuhada dari kalangan anak-anak Palestina yang gugur dibantai tentara Zionis sejak meletusnya intifadah Al-Aqsha yang ke II tahun 2000 lalu hingga April tahun 2013 mencapai 1518 anak.Departemen penerangan dalam laporanya, Senin (3/6) menyebutkan, jumlah anak-anak yang luka-luka dalam preode tersebut mencapai 6000 lebih. Sementara itu, anak-anak yang berumur 18 tahun kebawa mencapai 47,6 % hingga tahun kemarin.Laporan ini diberikan berkenaan dengan hari perlindungan anak-anak sedunia yang jatuh pada tanggal 1 Juni kemarin. Hingga saat ini anak-anak Palestina pun masih belum bebasa dari penganiayaan Zionis hampir setiap harinya. Sejak intifadah kedua hingga akhir tahun 2012 Israel telah menangkap bocah Palestina tak kurang dari 9000 anak dibawah 18 tahun. Tahun 2012 inilah tahun yang paling banyak anak-anak yang ditangkap Zionis disejumlah kota Palestina. Rata-rata 881 anak ditangkap di setiap kotanya di Palestina.

tugas pengertian dan contoh Resensi

Pengertian dan Contoh Resensi

jika dari bahasa Latin,  revidere  (kata kerja) atau recensie. Artinya “melihat kembali, menimbang, atau menilai.” Tindakan meresensi mengandung “memberikan penilaian, mengungkapkan kembali isi pertunjukan, membahas, dan mengkritiknya.” Dalam buku Bahasa dan Sastra Indonesia (yang ditulis Euis Sulastri dkk) Istilah resensi berasal dari bahasa Belanda,  resentie, yang berarti kupasan atau pembahasan. Jadi, pengertian resensi adalah kupasan atau pembahasan tentang buku, film, atau drama yang biasanya disiarkan melalui media massa, seperti surat kabar atau majalah. Pada Kamus Sinonim Bahasa Indonesia disebutkan bahwa resensi adalah pertimbangan, pembicaraan, atau ulasan buku. Akhir-akhir ini, resensi buku lebih dikenal dengan istilah  timbangan buku.


Berikut ini Definisi, Arti dan Pengertian Resensi Menurut Beberapa Para Ahli 

WJS. Poerwadarminta (dalam Romli, 2003:75) mengemukakan bahwa resensi secara bahasa sebagai pertimbangan atau perbincangan tentang sebuah buku yang menilai kelebihan atau kekurangan buku tersebut, menarik-tidaknya tema dan isi buku, kritikan, dan memberi dorongan kepada khalayak tentang perlu tidaknya buku tersebut dibaca dan dimiliki atau dibeli. Perbincangan buku tersebut dimuat di surat kabar atau majalah.  

Resensi menurut Panuti Sudjiman (1984) adalah hasil pembahasan dan penilaian yang pendek tentang suatu karya tulis. Konteks ini memberi arti penilaian, mengungkap secara sekilas, membahas, atau mengkritik buku.  

Saryono (1997:56) menjelaskan Pengertian Resensi sebagai sebuah tulisan berupa esai dan bukan merupakan bagian suatu ulasan yang lebih besar mengenai sebuah buku. Isinya adalah laporan, ulasan, dan pertimbangan baik-buruknya, kuat-lemahnya, bermanfaat-tidaknya , benar-salahnya, argumentatif- tidaknya buku tersebut. Tulisan tersebut didukung dengan ilustrasi buku yang diresensi, baik berupa foto buku atau foto copi sampul buku.
 
 

Contoh Resensi Buku Fiksi

Judul : Matilda.
Pengarang : Ronald Dahl
(Ilustrasi oleh Quentin Blake).
Alihbahasa : Agus Setiadi.
Penerbit : Gramedia, 1991.
Tebal : 259 halaman.
Ukuran : 13,5 x 19,8 cm. 

 Enak rasanya memahami dunia anak-anak dan berkecimpung di dalamnya. Anak-anak dapat berpikir seperti orang dewasa, bahkan lebih bijak lagi tanpa meninggalkan citra anak-anak yang suci dan polos. Itu kira-kira yang ingin disampaikan oleh Ronald Dahl kepada pembaca Matilda. Buku setebal 259 halaman yang tidak terasa tebal jika dibaca ini menampilkan sosok Matilda, bocah 5 tahun yang hobinya membaca. Buku-buku karya pengarang dunia seperti Charles Dickens, Voltaire, Hemingway, Kliping, Tagori, Shakespiere sudah dibacanya saat umurnya belum genap 5 tahun.
Buku ini menarik karena diberi ilustrasi yang menunjang. Katakatanya enak dibaca, dan memiliki adegan-adegan di luar batas kenormalan. Mungkinkah ada kepala sekolah SD yang tega menarik kepang rambut muridnya dan membuat anak itu seperti baling-baling di atas kepala Kepsek hanya karena si anak tidak memotong rambut keemasannya? (hlm. 123). Mungkinkah pula ada seorang Kepsek yang mempunyai alat-alat untuk menghukum siswa bandel bak alat-alat penyiksaan di kamp Nazi; dan menyuruh seorang anak kecil memakan kue tar coklat berdiameter 20 cm? Dan rasanya tidak ada di dunia ini orangtua menganggap anak perempuannya yang bungsu (Matilda) sebagai bisul yang mengganggu (hlm. 10).
Meskipun cerita-ceritanya memberi kesan menyeramkan, kala membacanya kita tidak merasa merinding karena gaya penceritaan dibuat seringan mungkin, sesuai dengan sasaran pembaca buku ini, yaitu anak-anak SD di Inggris sana. Yang mungkin agak membuat pembaca Indonesia bingung adalah siapa sasaran pembaca buku ini. Dalam katalog, buku ini dikatagorikan sebagai fiksi anak-anak. Namun, mengingat jumlah halaman dan kosakatanya, buku ini terasa berat bagi anak-anak SD di Indonesia.
Matilda menceritakan seorang anak berumur 5 tahun yang memiliki kepandaian di atas ukuran orang dewasa. Sialnya, kepandaiannya ini tidak diperhatikan orangtuanya karena mereka tergolong orangtua yang menganggap anaknya sebagai kutu yang menjijikkan. Bahkan, orangtuanya menganggap Matilda tidak berguna dan bodoh (hlm. 27). Hampir separoh kisah Matilda bercerita tentang ”pembalasan” Matilda terhadap sikap dan ucapan orang tuanya. Dengan kemampuan supernya, yaitu mampu menggerakkan barang hanya dengan pikiran saja, Matilda berhasil membantu Miss. Honey mendapatkan rumah dan uangnya yang diambil Kepala Sekolah SD, Ibu Thrunchbull.
Pembalasan Matilda dimungkinkan terjadi karena selain cerdas, Matilda juga banyak membaca. Matilda yang tersia-sia ini akhirnya tinggal dengan Miss. Honey, gurunya, karena orangtuanya dan kakaknya pindah ke Spanyol akibat kasus kejahatan yang mereka lakukan. Ronald Dahl tampaknya menekankan pentingnya kegemaran membaca. Tokoh-tokoh baik dan pintar dalam buku ini adalah orangorang yang gemar membaca, sedangkan tokoh-tokoh jahat seperti orangtua Matilda dan Kepsek adalah orang-orang yang hobinya bermain.
 
sumber :  http://www.drzpost.com/reading-295-Contoh-Resensi-Buku-Fiksi-atau-Novel.html
                 http://veltaron-education.blogspot.com/2012/12/pengertian-dan-contoh-resensi.html