Saat seorang ulama’ atau ustadz melakukan suatu kesalahan, meskipun hanya melakukan perbuatan yang khilaful aula (tidak
selayaknya/tidak patut), sering sekali masyarakat mensikapinya secara
berlebihan, yaitu, tidak mau lagi belajar dan mengambil ilmu dari ulama’
tersebut.
Sikap ini, di satu sisi, bisa menjadi ibrah bagi ulama’ dan ustadz
lainnya, agar berhati-hati, namun, di sisi lain, perlu dimunculkan
pertanyaan: “Siapa sih yang ma’shum selain nabi Muhammad SAW?”.
Terkait hal ini, menarik juga melakukan perenungan terhadap kisah berikut:
Suatu hari, seorang shalih bernama Salim Al-Khawwash melihat Sufyan
bin ‘Uyainah pergi ke pasar. Dalam pandangannya, seorang seperti Sufyan
bin ‘Uyainah tidak patut (khilaful aula) baginya untuk memasuki pasar,
karenanya, Salim pun mengkritik Sufyan dan mengingatkan bahwa dengan
perbuatannya ini, para murid bisa pergi meninggalkan Sufyan.
Melihat hal ini, Sufyan pun menjawab sikap Salim dengan mengutip satu penggalan syi’ir yang berbunyi:
Ambil ilmuku meskipun aku lemah dalam beramal
Niscaya ilmuku akan memberi manfaat kepadamu, sementara kelemahanku tidak akan merugikanmu
Niscaya ilmuku akan memberi manfaat kepadamu, sementara kelemahanku tidak akan merugikanmu
Ulama’ generasi berikutnya menggubah syi’ir yang dibaca oleh Sufyan
dalam logika yang berbeda, namun substansinya tetap sama. Dikatakan:
Ambillah ilmu-ilmuku dan janganlah engkau melihat amalkuTerkait hal ini, Syekh Mutawalli Sya’rawi berkata:
Lakukanlah hal itu dengan maksud mencari ridha Allah SWT, Dzat yang Maha Esa dan Maha Pencipta
Dan jika engkau mendapati pohon-pohon yang berbuah
Ambil buahnya, dan tinggalkan batangnya untuk dijadikan kayu bakar
“Jadi, seorang beriman dituntut menutupi aib orang beriman lainnya,
dan menutupi aib seorang alim ulama’ lebih dituntut dan diperkuat lagi,
hal ini karena seorang alim ulama itu tidak ma’shum, tidak terbebas
dari kesalahan dan keterplesetan, dan jika kesalahan dan
keterplesetannya tidak ditutupi, masyarakat tidak mau lagi belajar
kepadanya, oleh karena itu, jika engkau melihat kesalahannya, janganlah
engkau publikasikan, sebab, penyebarluasan kesalahannya ini membuat
masyarakat hilang kepercayaan kepadanya”. (Tafsir Asy-Sya’rawi
VII/4187).
Semoga tulisan ini ada manfaatnya, amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar